
Minggu, 05 Juni 2005
Muhammad Lutfi: Investor Tak Takut Masuk ke Indonesia
KEPALA Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM) Muhammad Lutfi memiliki pandangan-pandangan segar mengenai berbagai persoalan yang berkaitan dengan dunia investasi, upah perburuhan, dan kemungkinan Indonesia menjadi bangsa yang menyejahterakan rakyat dan bermartabat. Pria kelahiran Jakarta 16 Agustus tersebut berharap kita jangan sampai melakukan salah urus terhadap sumber daya alam. Lalu bagaimana mengatasasi masalah pungutan liar yang menghambat penanaman modal di Indonesia? Berikut perbincangan dengan dia di Gedung BKPM Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan, belum lama ini.
Setelah menjadi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Anda menyatakan akan mengubah imej BKPM yang otoritatif menjadi badan yang melayani kepentingan investor. Bagaimana penjelasannya?
Perkembangan dari kompetisi negara-negara di kawasan ASEAN untuk mengundang investasi saat ini sudah sangat tajam. Singapura dan Thailand yang tidak memiliki sumber daya alam yang bagus seperti kita, bisa berkompetisi dengan baik. Sayang kita kalah dalam masalah pemprosesan izin.
Artinya, ke depan Indonesia diharuskan mereposisi dan harus mempunyai cetak biru yang baru agar dapat menjadi sasaran negara-negara investor. Salah satu caranya adalah meng-up to date-kan lembaga, termasuk BKPM. Jika pada masa lalu hanya memberikan perizinan, maka pada masa depan ia harus mempunyai orientasi terhadap layanan karena tantangan pada investasi masa depan akan jauh lebih tajam dan kesempatannya lebih sempit. Ini tantangan dan memerlukan perhatian serius.
Langkah konkret seperti apa yang akan Anda ambil?
Ada tiga hal yang harus saya kerjakan secepat mungkin. Yang pertama adalah bagaimana Rancangan Undang Undang (RUU) Penanaman Modal bisa selesai di DPR. Insya Allah paling terlambat September 2005. Kedua, bagaimana bisa mengubah sikap dengan mengefisiensikan proses-proses perizinan. Ketiga, bagaimana mencoba transfer mind set dari institusi BKPM sebagai fasilitator. Ini penting, karena kita (BKPM) adalah palang pintu atau ilustrasi dari pemerintah Susili Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Marilah lewat BKPM ini kita menunjukkan bahwa pemerintahan ini adalah pemerintahan yang pro terhadap penciptaan nilai tambah.
Apakah kita sudah mampu untuk melakukan hal itu?
Kita kan tidak pernah bercermin pada diri kita. Ketika ingin mereposisi dan membangunkan investasi asing, kita harus fair juga dong. Apa sih yang layak kita jual? Kekuatan kita sebenarnya di mana? Kelemahan, kesempatan kita di mana? Bagaimana pula ancaman terhadap kita?
Selama ini, BKPM masih melaksanakan potentional productive. Artinya, tak kenal maka tak sayang. Kita harus punya platform. Ini adalah kompilasi dari arahan Menteri Perindutrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Pertanian tentang cetak biru ke depan. Juga dari Menteri Perhubungan, Menteri Kehutanan, dan Menteri Kelautan. Paling tidak, dari sumber daya alam yang kita miliki, kita punya platform yang jelas. Jangan sampai potensi sumber daya alam kita yang berlimpah ini salah urus sehingga gagal memberikan berbagai nilai tambah.
Apa tujuan platform kompilasi ini?
Dari kompilasi ini, kita punya prioritas. Investasi ini penting untuk membesarkan perekonomian Indonesia. Ketika perekonomian menjadi besar, kita menjadi semakin sejahtera. Langkah-langkahnya adalah kita punya prioritas, jobs creation dan poverty reduction.
Setelah kesejahteraan itu ada, maka kita akan menjadi bangsa bermartabat. Yang penting bagaimana kita memproses pemanfaatan sumber daya alam, mengembangkan komoditas kakao, dan mendapatkan nilai tambah industri kelapa sawit yang selama ini masih berupa crude palm oil (CPO) dan belum ada turunannya.
Orang akan berinvestasi jika ada risiko dan biaya rendah. Karena dua koefisien ini akan diterjemahkan pada cost yang akan mengurangkan biaya revenue. Risiko rendah ini termasuk kestabilitasan, keamanan, dan sebagainya. Kita memiliki permasalahan itu setelah krisis. Tapi perlu diketahui kita kan sudah keluar dari semua itu pada 2001.
Apa indikatornya?
Sekarang saya tunjukan angka-angkanya. Kwartal pertama 2005 pertumbuhan GDP Indonesia naik 6,35 persen. Yang kedua, konsumsi hanya 3,22 persen. Yang ketiga, investasi naik 14,9 persen. Ekspor naik hampir 14 persen. Artinya, ekonomi Indonesia ini mulai menggeliat.
Ini adalah suatu bukti bahwa ketika pemerintahan disiplin dan punya komitmen terhadap perubahan-perubahan baru. Kita bisa lihat dari proyek pipeline dari Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Biayanya sekitar 1,5 hingga 2 miliar dolar AS. Ini tampak sangat mahal. Namun bila ini sudah jadi, maka subsidi yang Rp 90 triliun akan berkurang. Dan nilai tambahnya bila pipeline ini jadi, maka biasanya di pinggir-pinggir pipa itu akan tumbuh industri-industri baru. Banyak yang akan kita kerjakan dan ini masuk dalam skala prioritas.
Kita bisa kembangkan fatsoen pada calon investor 'jika tak datang untuk berinvestasi di Indonesia, maka you tak dapat uang.' Ketika jemput bola atau 'door to door' ke Jepang bersama Menko Perekonomian, Pak Aburizal Bakrie, saya bertemu dengan perusahaan trading terbesar di Jepang yang memiliki usaha di Indonesia lebih dari 30 tahun, mereka menyatakan commit. Mereka mungkin lebih mengenal Indonesia daripada saya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah menandatangani Strategic Investment Action Plan (SIAP).
Bagaimana dengan masih merebak pungutan liar dan pungutan lain sebagai dampak otonomi daerah? Bukankah ini hambatan bagi investasi?
Memang kita perlu lakukan simplification and eficiency in processing. Jadi, kita sadar, proses perizinan investasi di Indonesia memakan waktu 151 hari. Namun dari 151 hari itu, ada 75 hari proses di Departemen Hukum dan HAM. Itu memang suatu proses Lembaran Negara yang makan waktu lama.
Namun kita harus cari terobosan. Misalnya, tidak usah lagi harus menunggu Lembaran Negara, tetapi dengan fotokopi dari riset bahwa industri akan dijalankan, maka dari 151 hari sudah turun menjadi 75 hari. Kami sadar ternyata ongkos investasi di Indonesia merupakan salah satu yang paling tinggi di Asia, di bawah Bangladesh.
Ini sesuatu yang jadi tugas kita bersama dan akan jadi tugas saya ke depan. Berhubung saya "baru" di kantor yang resmi, saya minta waktu mungkin sekitar dua minggu untuk membuat position letter. Ini harus segera saya lakukan karena penyederhanaan ini sudah begitu mendesak.
Bagaimana dengan faktor keamanan?
Keamanan dan stabilitas juga suatu hal yang penting untuk investasi. Namun jangan lupa, bahwa yang namanya investor itu, begitu ada kesempatan yang lebih baik, dia akan masuk. Contohnya ketika Bank Central Asia dijual, calon investor berbondong-bondong untuk membeli. Juga ketika Telkom dijual, 600 juta dolar AS masuk. Ini masalah risiko dan biaya rendah. Ketika mereka bisa menjustifikasi masalah, investor tidak akan takut untuk masuk. Namun kita mesti terima bahwa stabilitas, keamanan, dan transparansi sekarang jauh lebih baik. Dan angka-angka yang saya sebutkan tadi membuktikan kita telah mengerjakan pekerjaan rumah kita.
Bagaimana dengan upah buruh kita? Apakah kompetitif?
Tren dunia ke depan adalah upah buruh murah. Itu bukan hal menarik. Mungkin dulu komponen itu mencapai 24 persen. Sekarang paling tinggal 15 persen. Sebenarnya buruh murah itu bukan berati dia lebih murah karena untuk itu dibutuhkan produktivitas. Kita bisa belajar dari China. Upah buruh di sana jauh lebih tinggi dari upah buruh di Indonesia, bahkan hingga 60 persen. Bahkan di industri elektronika dan komputer lebih tinggi lagi, yakni hingga 70 persen. Namun produktivitas mereka bisa mencapai 40 hingga 50 persen lebih bagus dari buruh kita. Jadi memang capacity building ini tidak bisa ditinggalkan. Jadi, ini bukan sekadar masalah investasi, tetapi juga kesejahteraan, karena capacity building itu bisa jalan kalau merek sejahtera.
Jika upah buruh tinggi, maka biaya produksi meningkat, akhirnya harga menjadi mahal. Apakah kita bisa bersaing?
Masalah kuncinya bukan pada upah buruh yang tinggi. Kita ingin buruh lebih sejahtera. Namun kita juga butuh produktivitas yang tinggi. Dari situ baru klop. Jika dibandingkan dan dikombinasikan, produktivitas dan buruh ternyata lebih murah. Meskipun harganya lebih mahal, produktivitasnya tinggi. Jangan salah, kita harus menginginkan dan mengupayakan agar buruh kita juga sejahtera. Seperti saya sampaikan sebelumnya, tujuan kita adalah menciptakan rakyat sejahtera dan bermartabat. Untuk bisa mempunyai capacity building ini, kita mesti punya rencana yang jelas.
Siapa saingan potensial kita di Asean?
Tak Bermimpi Jadi Pejabat
SEPULANG dari merampungkan kuliah di Amerika Serikat, ayah Lutfi justru menginginkan anaknya menjadi pegawai negeri. Sebagaimana latar belakang ayahnya yang tradisional dan religius, keinginan seperti itu wajar. Karena bagaimanapun juga profesi pegawai negeri -walaupun bergaji kecil- adalah profesi yang aman di mata banyak orang.
Namun Lutfi berpikir lain. Menurut pendapat dia adalah rugi bila latar belakang pendidikannya dari luar negeri hanya mendapat imbalan yang pas-pasan sesuai gaji pegawai negeri. Karena itua dia langsung memutuskan bekerja di perusahaan swasta. "Ternyata selain mendapatkan gaji layak, saya juga banyak mendapat ilmu saat saya bekerja di swasta. Dan ilmu itu tidak saya dapatkan sewaktu sekolah. Sekolah hanya mengajarkan membaca, menulis, berhitung, berbicara dan berpikir lebih luas, tetapi untuk bisa mempraktikkan atau berbuat ke masyarakat. Yya kita harus bekerja dan di situ kita belajar lagi lebih luas dan lebih real," kata pria kelahiran Jakarta 16 Agustus 1969 ini.
Lutfi yang anak Jakarta keturunan Minang tersebut mengatakan bahwa dalam dunia kerja, kegemarannya untuk berkompetisi makin terasah sehingga walaupun meraih sukses di perusahaan tempat bekerja, dia pun memutuskan untuk keluar dan berwiraswasta sendiri. "Ini memang didorong oleh keinginan saya untuk berkompetisi. Saya sudah siap mental untuk menghadapi tantangan dan kemungkinan rugi, karena berusaha sendiri. Berusaha itu kan tidak mudah, belum tentu kita buat 10 jenis usaha semuanya untung, tetapi kita harus berani memulai," kata pemilik Mahaka Grup yang bergerak dari bidang penerbitan, media massa, sampai energi ini.
Saat ditanya tentang obsesi yang belum tercapai, Lutfi mengaku sulit merumuskan. Kata alumnus Puerdue University Indiana, AS (1992) ini, dia adalah seorang yang sangat pragmatis dan praktis. "Obsesi yang belum saya capai, apa ya? Mungkin tidak ada ya. Karena saya itu selalu ingin menyelesaikan apa yang ada di depan saya dengan sekuat tenaga. Dengan tetap bertindak profesional tentunya. Saya ini sangat pragmatis dan praktis. Tidak muluk-muluk terlalu jauh ke depan," kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2001-2004 ini.
Saat ditanya tentang apa yang menyebabkan dirinya terlibat dalam Tim sukses SBY-Kalla, Lutfi mengatakan itu karena didorong oleh semangat ingin ikut memberikan pembaharuan di negeri ini. Kata salah satu pendiri Masyarakat Ekonomi Syariah ini, rakyat sudah merindukan sosok pemimpin yang gagah berwibawa, pintar, dan mampu bekomunikasi dengan baik. "Dan yang masuk kriteria saya saat itu ya pasangan SBY-Kalla. Saya pun tahu kalau sebagai pengusaha dan masuk tim sukses salah satu calon Presiden-Wapres, tentu saja besar risikonya. Coba bayangkan kalau ternyata pasangan itu kalah, bisa berabe juga usaha saya, karena pasti deh terkena dampaknya he he he," kata suami Bianca Adinegoro ini.
Saat terlibat dalam Tim Pemenangan SBY-Kalla, Lutfi juga mengaku tidak pernah terbersit sedikit pun dalam pikirannya kalau dirinya nanti akan ditunjuk sebagai pejabat negara. "Tidak ada sedikit pun pemikiran ke arah itu. Wong saya ini masih muda, dan banyak orang-orang yang lebih senior dan lebih berpengalaman. Yang ada dalam pikiran saya adalah bagaimana rakyat mendapatkan pemimpin baru yang lebih sensitif terhadap permasalahan yang diderita rakyat. Itu saja, tidak pernah terbayang kalau saya bakal ditunjuk sebagai Kepala BKPM," kata Ketua HIPMI Jakarta Raya 1998-2001 ini.
Dengan ditunjuk Lutfi sebagai Kepala BKPM, maka kesibukan dan tugas berat menanti dijunjung di pundak. Untuk bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, dia mengaku siap belajar habis-habisan. "Sekarang saya giatkan lagi membaca hal-hal yang terkait dengan seluk beluk investasi, saya juga terus belajar dan belajar kepada para senior. Terus berkoordinasi dan sebagainya. Sambil memperhatikan seluruh potensi yang ada. Ini dalam rangka agar saya dapat memberikan yang terbaik," kata dia.
Di tengah-tengah kesibukan Lutfi masih menyempatkan diri menjaga kebugaran dengan berlari sejauh 5 Km setiap pagi. Untuk keluarga?
"Selama ini Sabtu dan Minggu saya gunakan khusus untuk keluarga, sejauh tidak ada tugas penting dari negara. Kalau ada ya saya minta keluarga maklum kalau waktu saya untuk mereka terpaksa tersita," kata dia. (Hartono Harimurti, Saktia Andri Susilo-35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar