Rabu, 13 Februari 2008

IMAN SUGEMA



Minggu, 13 Nopember 2005
Iman Sugema: Pemerintah Asal-asalan Atasi Inflasi

JIKA
mencari pengamat ekonomi kritis, temuilah Ir Iman Sugema MEc PhD. Malah, karena terlalu kritis, dia kadang-kadang dinilai antipemerintah. Apakah dia memang musuh pemerihtah? Apa pendapat dia tentang inflasi? Apa usul dia agar inflasi bisa ditekan? Berikut petikan perbincangan dengan Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) di ruang International Center for Applied Finance and Economics (Inter CAFE), Kampus Baranang Siang, Institut Pertanian Bogor (IPB) Jumat lalu.


Saat ini muncul desakan agar tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu segera diganti. Apakah mereka memang sudah layak diganti? Bagaimana Anda mengevaluasi kinerja tim ekonomi?


Pada prinsipnya ada dua cara mengevaluasi kinerja mereka. Tentu ini dari sudut pandang orang luar. Pertama, dilakukan survei tentang bagaimana kinerja tim ekonomi ini dimata masyarakat. Untuk survei seperti ini lembaga independen seperti LSI, Tim Indonesia Bangkit, dan Sugeng Sarjadi Syndicate, sudah pernah melakukan. Hasil berbagai survei menyebutkan, ada figur-figur yang tidak sesuai dengan harapan karena banyak kebijakan tidak bisa menjawab permasalahan.
Cara kedua, dengan expert panel. Para ekonom -baik yang pro maupun kontra terhadap tim ekonomi pemerintah- dikumpulkan. Dalam forum itu dilakukan penilaian. Individu-individu yang lemah diganti. Yang benar dipertahankan. Tentu semua ini melalui berbagai argumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Berdasarkan survei maupun expert panel yang dilakukan, ternyata menunjukkan hasil yang konsisten.
Yang dilakukan LSI, Indonesia Bangkit, serta Sugeng Sarjadi Syndicate menghasilkan sesuatu yang tidak jauh berbeda atau sudah mengerucut. Ada satu kesamaan. Yaitu tim ekonomi harus di-reshuffle atau dirombak. Terutama di posisi Menko Perekonomian, Menteri keuangan, dan Menteri Perindustrian.

Apakah pertimbangan ada 'saudagar' di tim ekonomi juga menjadi pertimbangan yang mengharuskan reshuffle itu?


Sebetulnya orang awam pun pada kenyataannya sudah berpikir seperti itu. Namanya pedagang atau pengusaha lalu masuk tim ekonomi, orang banyak pun sudah khawatir kalau mereka tidak bisa melepaskan diri dari conflict of interest. Menurut pendapat saya yang paling mudah diukur apakah orang tersebut layak dipertahankan atau tidak adalah dari kemampuan, dari policy-nya. Apakah dia mampu mengkoordinasi menteri-menteri yang masuk tim ekonomi? Apakah dia mampu mendeteksi permasalahan dengan benar? Karena bagaiamana dia bisa memecahkan masalah, kalau mendeteksi permasalahannya saja tidak tepat. Seorang Menko Perekonomian seharusnya mempunyai team work atau cara berpikir yang progress. Kalau cara berpikirnya masih sangat elementer atau kulit saja, ya akan berbahaya bagi perekonomian kita. Prinsipnya adalah bagaimana dia dan timnya mampu mengurangi masalah yang sedang dihadapi.
Misalnya soal dampak kenaikan harga BBM. Kalau dia mampu mengurangi atau bahkan sampai meniadakan berbagai dampak yang memperburuk ekonomi masyarakat, barulah itu sosok yang kita idam-idamkan. Masalah BBM ini kan masalah yang kompleks. Kita dalam hal ini berbicara masalah subsidi dan efisiensi. Di sisi lain bicara masalah efisiensi kan berarti bicara masalah demand, sedangkan masalah yang berkembang adalah kurangnya supply. Yang namanya efisiensi itu hanya bisa dilakukan dalam jangka panjang. Karena harus mengubah kebiasaan banyak orang dalam mengonsumsi energi, mungkin juga harus mengubah teknologi, mengganti mesin, menciptakan mesin baru dan sebagainya.


Bagaimana penilaian Anda tentang kebijakan pemerintah berupa subsidi langsung tunai (SLT)?


Okelah maksud dan tujuan pemberian bantuan ini bagus, atau bahkan mulia. Namun kebijakan yang bagus itu tidak cukup hanya didukung oleh maksud dan tujuan yang bagus saja. Namun yang terpenting kebijakan tersebut adalah bisa diaplikasikan dengan baik dan menjurus kepada penyelesaian masalah untuk jangka panjang.
Kalau ternyata dirancang dengan serbagerak cepat dan tidak mengantisipasi permasalahan yang akan timbul, ya begini jadinya. Terjadi salah sasaran bahkan kerusuhan saat bantuan tersebut dibagikan. Hal-hal seperti ini kan mudah diduga. Anda, saya, dan orang kebanyakan pasti sudah berpikir bakal terjadi keruwetan di sana-sini. Karena itu tim ekonomi seharusnya sudah menyiapkan langkah-langkah detail untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang menyertai subsidi langsung tunai tersebut. Ya mengapa tim ekonomi tidak mampu melihat kemungkinan-kemungkinan seperti itu.

Menurut Anda bagaimana sebaiknya bentuk bantuan tersebut?


SLT itu menurut saya bukan cara untuk mengurangi kemiskinan. Orang miskin itu adalah mereka yang punya pekerjaan, pendapatan, tapi tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi saat ini mereka juga terkena dampak kenaikan harga BBM. Bagaimana mereka itu bisa dinaikkan pendapatan sehingga tidak masuk katagori miskin lagi.
Kembali ke SLT apakah itu bisa menaikkan income? Kalau hanya sesaat, dalam artian kalau SLT dihapuskan karena kemampuan pemerintah tidak ada lagi, misalnya, mereka akan kembali miskin. Karena biasanya dapat tambahan Rp 100 ribu, sekarang tidak ada lagi. Maka jangan asal menolong orang, tanpa disertai cara cerdas untuk menyelesaikan permasalahan. Jumlah orang miskin itu, saat ini diperkirakan 40 juta jiwa. Akibat kenaikan harga BBM dan inflasi baru-baru ini, diperkirakan membengkak sampai 50 juta-an jiwa. Sementara itu orang yang mendekati miskin antara 22 sampai 25 juta jiwa. Jadi orang miskin dan yang mendekati miskin jumlah totalnya hampir 75 juta jiwa. Jumlah yang seperti ini kan berpotensi menimbulkan masalah besar. Belum lagi kita bicara soal pengangguran. Ada 10 juta lebih orang yang menganggur dan 30 juta orang yang setengah menganggur. Dampak kenaikan harga BBM ada tambahan orang yang menganggur sebesar 1 juta orang. Kemiskinan dan pengangguran ini harus diselesaikan dengan multimode atau berbagai macam cara.
Karena itu pemerintah harus mengembangkan usaha yang labour intensive atau padat karya. Saat ini kan sedang digembar-gemborkan pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Namun yang sering digembar-gemborkan yang komersial saja seperti proyek jalan tol.
Padahal yang substansial adalah jalan antarkabupaten, kecamatan, dan desa. Jadi bukan melulu jalan tol. Namun proyek jalan tol memang tidak dapat dimungkiri banyak duitnya, sehingga banyak kepentingan di sana. Setelah jalan antarkecamatan dan desa tersebut jadi atau meningkat kualitasnya, maka itu berpotensi untuk menumbuhkan sektor yang lain. Mereka yang semula bekerja di pembangunan infrastruktur bisa terserap di sektor usaha yang tumbuh di kecamatan dan desa. Misalnya sektor angkutan, industri kecil, warung makan, dan banyak lagi yang bisa dikembangkan.
Adapun bagi mereka yang lebih memilih berwiraswasta, pemerintah harus melaksanakan pelatihan yang memadai. Yaitu pelatihan di bidang peternakan, pertanian, perikanan, perbengkelan, dan sebagainya. Selain itu juga harus didukung skema kredit lunak bagi mereka yang baru memulai usaha, atau yang sudah berusaha tapi kondisinya begitu-begitu saja. Hidup segan mati pun tak mau. Jadi ada upaya menolong dari pemerintah, tetapi masyarakat juga dibangun mentalnya untuk bekerja dan berusaha. Jangan hanya menanti bantuan Rp 100 ribu yang belum tentu bakal selamanya diterima.


Inflasi telah mencapai angka 8,7 Prosen, bagaimana prediksi Anda pada akhir tahun nanti? Apa langkah antisipasi pemerintah sudah memadai?


Saya katakan bahwa sikap asal-asalan juga ditunjukkan pemerintah dalam mengatasi inflasi. Menko Perekonomian kan berkata kalau ini hanya one short inflation. Jadi nggak usah terlalu khawatir. Kok kesannya mengentengkan permasalahan. Kenapa tidak diperhitungkan dampak lanjutannya. Kerja para menteri kan menyiapkan berbagai antisipasi untuk masalah yang sedang dihadapi serta masalah-masalah yang mungkin akan timbul menyertainya.
Perlu diketahui istilah one short inflation kali pertama muncul dari saya saat berbincang-bincang dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Kembali ke one short inflation, kita harus perhatikan dampak ikutannya. Saya menilai ini tidak hanya one short inflation, tapi ada second round-nya.
Hitung-hitungannya begini. PDB kita pertahun sebesar Rp 3000 triliun. Dengan inflasi yang mencapai 8,7 persen, maka biaya inflasi terhadap perekonomian yang harus ditanggung masyarakat adalah 8,7 persen dikalikan Rp 3000 triliun yaitu sebesar Rp 260-an triliun.
Mari kita bandingkan dengan penghematan yang dihasilkan dari pengurangan subsidi BBM, yang kira-kira kurang dari Rp 100 triliun. Terjadi ketimpangan kan. Kita semua yang akan terkena dampak inflasi sebesar Rp 260 trilun itu. Mulai dari yang kecil-kecil. Seperti kalau semula harga barang itu Rp 100, sekaang menjadi Rp 108,7. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), 28,6 persennya itu terjadi di transportasi, ini first round-nya. Untuk sandang 1, sekian persen, makanan jadi 3,5 persen dan kesehatan 0,9 persen. Perlu diingat sektor transportasi merupakan komponen biaya produksi bagi barang-barang lain. Maka pastilah harga-harga barang lain akan menyesuaikan kenaikan ini.
Transportasi dipengaruhi kenaikan harga BBM. Karena itu ujung-ujungnya menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang salah langkah. Inflasi Year on Year menurut saya akan mencapai 17-18 persen. Adapun pemerintah menyebutkan angka 11-12 persen. Bila kita memakai angka 17-18 persen, maka artinya akan ada tuntutan dari para buruh untuk menaikkan upah sebesar 17-18 persen.
Ini juga sebuah dilema. Tidak dinaikkan hidup mereka makin menderita, produktifitas dikhawatirkan menurun. Namun kalau dinaikkan berati menaikkan cost atau biaya produksi. Akibatnya produk kita bisa kehilangan competitiveness dari produk negara lain seperti China dan Vietnam yang mulai membanjiri pasar dalam negeri. Maka kita akan menghadapi pertumbuhan ekonomi yang melemah. Di tengah-tengah prediksi inflasi yang masih seperti ini, ekonom yang tidak mengerti mikro dan makro menyarankan agar dilakukan pengetatan moneter dan fiskal. Kalau saran ini diambil pemerintah, maka ini kan memperparah situasi. Karena bila suku bunga meningkat, NPL akan meningkat di perbankan, perusahaan banyak yang bangkrut.


Akan terjadi krisis ekonomi atau resesi?


Perlu saya jelaskan kalau resesi itu turunnya output nasional. Lawannya dari resesi adalah recovery. Resesi merupakan bagian dari krisis. Krisis itu lebih kompleks misalnya nilai tukar mata uang yang melemah, banyaknya bank yang bangkrut dan sebagainya. Kalau salah policy, bisa saja kemungkinan ini terjadi.


Harga minyak mentah dunia ikut mempengaruhi Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita. Bagaimana prediksi Anda tentang kenaikan harganya?


Harga minyak dunia fluktuatif. Namun untuk turun drastis dalam waktu dekat tida mungkin. Ada kecenderungan stabil seperti saat ini, bahkan ada juga kecenderungan naik. Karena itu perlu dikembangkan energi alternatif. Harga minyak dunia yang fluktuatif tersebut sebenarnya bisa diatasi kalau APBN kita dirancang untuk siap menghadapi kondisi yang terburuk. Kalau tidak siap untuk kondisi yang buruk, maka ya seperti saat ini.

Kita akan selalu menghindar dan melemparkan permasalahan kepada masyarakat. Ingat APBN kita sampai ada jilid I, II dan III. Perlu juga negara diingatkan akan perannya sebagai pelindung rakyat, bukan dari segi keamanan riil saja, tetapi juga dari di bidang perekonomian. Karena itu perlu dipilih menteri yang pintar dan kreatif, yang tidak mudah begitu saja menaikkan harga BBM, begitu harga minyak dunia naik. Kalau muncul komentar asal-asalan, kalau nggak bisa beli BBM ya jalan kaki, kalau nggak mampu beli elpiji ya pakai minyak tanah saja, ya lebih baik kita pilih tukang becak saja jadi menteri he he he.


Siapa alternatif pengganti menteri-menteri tersebut menurut Anda?


Kita tidak kekurangan SDM. Ekonom ternama begitu banyak kita miliki. Di Tim Indonesia Bangkit saja ada 32 orang. Namun kalau untuk nama yang saya sarankan, saya tidak mau menyebutkan. Karena begitu nanti muncul di koran Anda, maka dia akan jadi sasaran tembak, pihak-pihak tertentu. Kalau belum apa-apa dijegal terus menerus kan jadi gagal. (Hartono Harimurti-35)



Pengkritik yang Tak Memusuhi Pemerintah

MENJADI arsitek merupakan cita-cita awal pria bernama lengkap Ir Iman Sugema MEc PhD ini. Karena itu, pria kelahiran Kabupaten Kuningan, 2 Mei 1964 ini sangat menyenangi pelajaran Matematika. "Saya tidak pernah membayangkan menjadi pengamat ekonomi atau ekonom. Saya senang dan pintar Matematika. Karena itu saya ingin jadi arsitek. Lalu saat penjurusan di SMA saya tentu memilih jurusan IPA," kata anak pertama dari enam bersaudara pasangan almarhum Kuswara dan Rumhanah ini.
Menurut Iman bidang perekonomian sangat langka dibicarakan di kalangan keluarga. Karena orang tuanya berprofesi sebagai guru, maka pembicaraan yang sering dilakukan adalah soal pendidikan.
Cita-cita menjadi arsitek pupus ketika dia diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK. Karena prestasi di SMA bagus, orang tua mendorong Iman melanjutkan kuliah di IPB tanpa tes atau lewat jalur PMDK.
"Sayang sekali kalau saya tidak mau memanfaatkan jalur PMDK. Lalu saya berpikir ya nggak apa-apalah. Nggak jadi arsitek bangunan ya saya jadi arsitek tanaman atau insinyur pertanian, Yang penting gelarnya tetap Insinyur," kata suami Nia Kurniati (37, asal Sumedang) ini.
Setelah diterima di IPB, Iman berkuliah dengan sungguh-sungguh, karena mahasiswa PMDK mendapatkan pengawasan yang ketat. Selain itu, dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tua. Setelah lulus tingkat I, Iman sebagaimana mahasiswa IPB lain dijuruskan. "Waktu itu ada tiga mata kuliah yang paling baik nilainya, yaitu Matematika, Bahasa Inggris dan Pengantar Ilmu Ekonomi. Karena relevansinya ke Sosial Ekonomi Pertanian, ya saya memilih jurusan itu, khususnya Agribisnis," kata ayah Nurul Azmi Maula (11), Zakka Muhammad Sidiq (9) dan Syifa Rifa Rosadha (4) ini.


Studi ke Australia
Lulus dari IPB tahun 1987, Iman memilih mengabdi di almamater. Dia menjadi asisten Dosen selama tiga tahun. Di sinilah ketertarikan pada bidang ekonomi mulai bersemi. Pada 1990 dia mendapat beasiswa untuk meraih Master di University of New England, Australia. "Saya mengambil Econometrics dan Ekonomi Sumber Daya khususnya Pertanian. Namun karena pembimbing saya Professor Francis adalah ahli ekonomi Makro, maka saya disarankan agar mengambil tesis yang juga membahas ekonomi makro. Akhirnya saya dapat tiga bidang. Dan tesis saya berjudul Macroeconomic, Trade and Agricultural Linkages in The Australian Economy) akhirnya menjadi the best thesis sehingga memperoleh Award dari Australasian Agricultural Economics Society, pada 1993," katanya.
Setamat Master, 1992, Iman kembali mengajar di almamater. Empat tahun kemudian, dia kembali mendapat beasiswa untuk S3 di Australia. Iman diminta memilih tiga universitas yang akan dituju. Karena pertimbangan lebih mengenal dosen, maka Iman meletakkan dua iniversitas di atas The Australian National University (ANU). "Kebetulan yang mewawancarai saya adalah orang dari ANU. Dia merasa tersinggung, mengapa saya letakkan ANU yang Universitas ternama di sana pada posisi ketiga. Saya jawab karena saya belum familiar dengan dosen-dosennya. Lalu dia berkata kalau saya mau studi ke ANU, maka pasti diterima dan bisa berangkat bulan depan. Karena dia sudah membaca academis recird saya saat mengambil Master, akhirnya saya melanjutkan ke ANU," katanya.
Saat menempuh S3 di Australia, Indonesia dilanda krisis ekonomi. Maka akhirnya Iman memutuskn untuk meneliti krisis ekonomi Indonesia sebagai bahan untuk thesis PhD. "Mulailah saya memasuki dunia perbankan. Jadilah saya ekonom by accident. Dan saya jadi lebih tertarik menjadi ekonom. Karena sebelumnya telah mendapatkan Ekonomi Makro, Ekonometrik, dan Ekonomi Sumber Daya saat S2," katanya.
Iman menyelesaikan Thesis PhD Indonesia's Deep Economic Crisis; The Role of Banking Sector in Its Origin and Propagation pada 2000. Sepulang dari Australia, dia dan rekan-rekan mendirikan Institute for Development of Economic and Finance (INDEF). Dia menjabat sebagai direktur INDEF mulai November 2002 hingga kini.
Iman mengaku sebagai seorang yang ingin fokus dengan bidang ekonomi yang digeluti. Karena itu membaca buku-buku ekonomi terbaru menjadi keharusan baginya. "Saya jadi nggak sempat membaca buku-buku lain. Saya ingin fokus. Ini sebagai tanggng jawab profesional. Nah sebagai selingan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan spiritual, saya sering ikut pengajian. Di sini saya dalam posisi sebagai pendengar atau orang yang belajar. Bukan sebagai pembicara atau pakar," katanya.
Bersama rekan-rekan seprofesi Iman sering memberikan kritik kepada pemerintah. Menurut pendapat dia, memberikan kritik adalah sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan moral bagi masyarakat. "Mungkin kritik kami hanya sumbangan kecil yang berfungsi untuk menambah alternatif pemecahan permasalahan poerekonomian nasional yang berdampak bagi masyarakat. Itu saja, dan kami tidak memosisikan diri menjadi musuh pemerintah," kata dia.(Hartono Harimurti-35)

Tidak ada komentar: